Monday, June 25, 2012

Efek Samping Obat


Memahami Efek Samping Obat



Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada organ sasaran.
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini terjadi ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam memeriksa obat yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak diharapkan di dalam tubuh pasien. Bertambah parahnya penyakit pasien yang dapat berujung kematian merupakan kondisi yang banyak terjadi di seluruh dunia akibat interaksi obat ini.
Interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan makanan/minuman. Bahkan tanaman yang digunakan dalam pengobatan alternatif yang disangka aman oleh sebagian besar masyarakat juga dapat berinteraksi dengan obat lainnya. Contohnya adalah tanaman St. John's wort (Hypericum perforatum), yang digunakan untuk pengobatan depresi sedang. Tanaman ini menyebabkan peningkatan enzim sitokrom P450 yang berperan dalam metabolisme dan eliminasi banyak obat-obatan di tubuh, sehingga pasien yang mengkonsumsi St John's wort akan mengalami pengurangan kadar obat lain dalam darah yang digunakan bersamaan.
Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
1. Aborsi atau keguguran, akibat Misoprostol, obat yang digunakan untuk pencegahan (gastric ulcer) borok lambung yang disebabkan oleh obat anti inflamasi non steroid.
2. Ketagihan, akibat obat-obatan penenang dan analgesik seperti diazepam serta morfin.
3. Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
4. Pendarahan usus, akibat Aspirin.
5. Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
6. Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
7. Kematian, akibat Propofol.
8. Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
9. Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
10. Diare, akibat penggunaan Orlistat.
11. Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
12. Demam, akibat vaksinasi.
13. Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
14. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia.
15. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut status ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen makanan.
16. Kerusakan hati akibat Parasetamol.
17. Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan antihistamin.
18. Stroke atau serangan jantung akibat penggunaan Sildenafil (Viagra).
19. Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan.
Jika obat bentuk oral, masuk ke saluran cerna dan hancur. Setelah sediaan obat hancur, zat aktif (zat yang dapat memberikan efek yang diharapkan) akan keluar kemudian larut di dalam saluran pencernaan.Lalu diabsorpsi/diserap melalui dinding usus dan memasuki pembuluh darah
Perlu diketahui, semua bentuk sediaan obat mengalami tahap absorpsi kecuali obat yang digunakan secara intravena karena obat disuntikkan langsung ke pembuluh darah sehingga obat sudah langsung berada di pembuluh darah. Oleh karena itu, efek yang diberikan oleh obat intravena lebih cepat muncul karena tidak perlu melalui tahap absorpsi.
Setelah tadi berada di pembuluh darah, obat akan disebarkan ke seluruh tubuh bersama-sama dengan aliran darah. Obat dapat keluar dari pembuluh darah dan memasuki organ-organ tubuh. Tahap inil biasa disebut dengan tahap distribusi, maksudnya obat sudah dapat mencapai tempat kerja dan memberikan efek yang diharapkan.
Tahap terakhir yang dialami oleh obat adalah tahap ekskresi yaitu obat akan dikeluarkan dari dalam tubuh dengan berbagai cara, antara lain melalui ginjal (air seni), saluran cerna (faeces), kulit (keringat), pernapasan (udara), mata (air mata), atau kelenjar payudara (air susu). Sebagian besar obat dikeluarkan melalui ginjal.

No comments:

Post a Comment