1. Pengertian
Pancasila
Arti
pancasila berasal dari bahasa sansekertaIndia (kasta Brahmana). Sedangkan
menurut moh. Yamin, dalam bahasa sansekerta memiliki dua macam arti secara
leksikal, yaitu panca yang artinya lima. Syila yang artinya dasar.
Syila
artinya peraturan tingkah laku yang baik atau penting. Kata kata tersubut
kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahsa jawa diartiakan “susila” yang
memiliki hubungan dengan moralitas.
Oleh
karena itu, secara etimologi kata pancasila, memiliki makna lesikal ‘berbatu
sendfi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”
Perkataan
pancasila mula mula terdapat dalam perpustakaan india budha. Ajaran budha
bersumber pada kitab suci Tri Pitaka dan Vinaya Pitaka, yang semuanya itu
ajaran moral untuk mendapatkan surga.
Ajaran
pancasila menurut budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau fire moral
principles, yang harus di taati dan di laksanakan oleh para penganutnya. Adapun
isi lengkap larangan itu adalah :
1.
Jangan mencabut nyawa mahlik hidup, atau
dilarang membunuh
2.
Jangan mengambil barang yang tidak di
berikan, maksud nya jangan mencuri
3.
jangan berbuat zina
4.
jangan berkata bohong atau dilarang
mendusta
5.
janganlah minum minuman yang memabukkan
Nilai
nilai pancasila secara intrinsic
bersifat filosofis, dan di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, nilai
[pancasila secara praktis merupakan filsafat hidup. Nilai dan fungsi filsafat
pancasila telah ada jauh serbelum Indonesia merdeka. Hal ini di buktikan dengan
sejarah majapahit (1293) pada waktu itu hindu dan budha hidup berdampingan
dengan damai dalam satu kerajaan.
Empu
prapanca menulis “Negara kertagama” (1365) dalam kitab tersebut telah terdapat
istilah pancasila.
Empu
tantular yang mmengarang buku sutasoma yang didalamnya memuat seloka yang
berbunyi:
“Bhineka
Tunggal ika tan Hana Dharma Mangura”, artinya walaupun berbeda namun satu jua
adanya.
2. Sejarah
Pancasila Sebagai Dasar Negara
a. Sejarah Lahirnya
Pancasila sebagai Dasar Negara
Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)adalah sebagai dasar negara. Pernyataan demikian berdasarkan
ketemtuan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sebagai berikut :…”maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Kata “berdasarkan” tersebut secara jelas menyatakan bahwa
Pancasila merupakan dasar dari NKRI. Kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam
ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada Pembukaan Alenia IV. Secara
historis pula dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri
bangsa (the founding fathers) itu dimaksudkan untuk menjadi
dasarnya Indonesia merdeka.
Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi
penyelenggaraan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara berarti nilai-nilai
Pancasila menjadi pedoman normatif bagi penyelenggaraan bernegara.
Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh
pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintah negara Indonesia termasuk peraturan
perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai Pancasila.
Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh
menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan,
nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan.
b. Pengertian
Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Ideologi berasal dari kata ideo artinya
cita-cita,gagasan,konsep pengertian dasar, cita-cita. dan logy berarti:
pengetahuan, ilmu dan paham. Dalam pengertian sehari-hari, idea disamakan
artinya dengan “cita-cita”. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang
bersifat tetap yang harus dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan
dasar atau pandangan/paham. Hubungan manusia dan cita-ctanya disebut dengan
ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai, dimana nilai-nilai itu menjadi
cita-citanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk mencapai nilai-nilai
tersebut. Ideologi yang pada mulanya berisi seperangkat gagasan, dan cita-cita
berkembang secara luas menjadi suatu paham menngenai seperangkat nilai atau
pemikiran yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menjadi
pegangan hidup.
Adapun ideologi negara itu ternasuk dalam golongan
pengetahuan sosial, dan tepatnya dapat digolongkan kedalam ilmu politik atau
political sciences sebagai anak cabangnya. Bila kita terapakan rumusan ini pada
Pancasila dengan definisi-definisi filsafat dapat kita simpulkan, maka
Pancasila itu ialah hasil usaha pemikiran manusia untuk mencari kebenaran,
kemudian sampai mendekati atau menggangggap suatu kesanggupan yang digenggamnya
seirama dengan ruang dan waktu. Hasil pemikiran manusia Indonesia yang
sungguh-sungguh secara sistematis radikal itu kemudian dituangkan dalam suatu
rangkaian kalimat yang mengandung satu pemikiran yang bermakna bulat dan utuh
untuk dijadikan dasar, asas dan pedoman atau norma hidup dan kehidupan bersama
dalam rangka perumusan satu negara Indonesia merdeka, yang diberi nama
Pancasila.
c. Cita-
Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia
Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia
bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Alenia
II Pembukaan UUD 1945 yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat
adil dan makmur.
Tujuan Negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam alenia IV
Pembukaan UUD 1945. Secara rinci sbagai berikut :
1.
Melindungi seganap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
2.
Memajukan kesejahteraan umum.
3.
Mencerdaskan Kehidupan bangsa.
4.
Ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat
Indonesia yang damai , demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan
sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh
manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa dan berahklak mulia,
cita tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, mengausai ilmu
pengetahuandan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.
Ideologi dan dasar negara kita adalah Pancasila. Pancasila
terdiri dari limasila. Kelima sila itu adalah: Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusayawaratan perwakilan, dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mengetahui latar belakang
atau sejarah Pancasila dijadikan ideologi atau dasar negara coba baca teks
Proklamasi berikut ini. Sebelum tanggal 17 Agustus bangsaIndonesiabelum merdeka.
BangsaIndonesiadijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang
menjajah atau berkuasa diIndonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris,
dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum
kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI terdapat
kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak,
Mataram,Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut,
bangsaIndonesiaselalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata
maupun politik.
Perjuangan bersenjata bangsaIndonesia dalam mengusir
penjajah.
Dalam hal ini, Belanda, sampai dengan tahun 1908 boleh
dikatakan selalu mengalami kegagalan.
Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya
tanggal 8 Maret.
Sejak saat ituIndonesiadiduduki oleh bala tentara Jepang.
Namun Jepang tidak terlalu lama mendudukiIndonesia. Mulai tahun 1944, tentara
Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati
bangsaIndonesiaagar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu,
Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan
oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal7 September 1944. Oleh karena terus
menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan
yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang
dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah
Militer Jepang di Jawa dan Madura).
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan
usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat
dipertimbangkan bagi kemerdekaanIndonesia. Keanggotaan badan ini dilantik pada
tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1
Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon
dasar negara untukIndonesiamerdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak anggota
yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang
masing-masing mengusulkan calon dasar negara untukIndonesiamerdeka. Muhammad
Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri
ataslimahal, yaitu:
1.
Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain
itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas
lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan, dalam
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan, dalam
permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan
ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung
Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yaiyu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima
hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila.
Lebih
lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi
Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya
tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para
anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya
adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada
sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara
tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota
panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
1.
Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara
Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta.
Hasil
yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil
Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang,
yaitu:
1.Ir.Soekarno.
2. Drs. Muh. Hatta.
3. Mr. A.A. Maramis..
4. K.H. Wachid Hasyim.
5. Abdul Kahar Muzakkir.
6. Abikusno Tjokrosujoso.
7. H. Agus Salim.
8. Mr. Ahmad Subardjo.
9. Mr. Muh. Yamin.
1.Ir.Soekarno.
2. Drs. Muh. Hatta.
3. Mr. A.A. Maramis..
4. K.H. Wachid Hasyim.
5. Abdul Kahar Muzakkir.
6. Abikusno Tjokrosujoso.
7. H. Agus Salim.
8. Mr. Ahmad Subardjo.
9. Mr. Muh. Yamin.
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada
tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah
Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil
yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus.
Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan
sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari
setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama (1)
mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2)
memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup
panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan
bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi
Kemerdekaan.Ada utusan dariIndonesia bagian timur yang mengutusnya.
Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada
alinea keempat preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika
tidak maka rakyatIndonesiabagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara
RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada
sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain
kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta
berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Selaku Ideologi Nasional, Pancasila
Memiliki Beberapa Dimensi :
a. Dimensi Idealitas artinya ideologi Pancasila
mengandung harapan-harapan dan cita-cita di berbagai bidang kehidupan yang
ingin dicapai masyarakat.
b. Dimensi Realitas artinya nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya
bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat penganutnya, yang
menjadi milik mereka bersama dan yang tak asing bagi mereka.
c. Dimensi normalitas artinya Pancasila mengandung nilai-nilai yang bersifat
mengikat masyarakatnya yang berupa norma-norma atauran-aturan yang harus
dipatuhi atau ditaati yang sifatnya positif.
d. Dimensi Fleksilibelitas artinya ideologi Pancasila itu mengikuti perkembangan jaman,
dapat berinteraksi dengan perkembangan jaman, dapat mengikuti perkembangan ilmu
dan teknologi, bersifat terbuka dan demokratis.
Pancasila dan kelima silanya merupakan kesatuan yang bulat
dan utuh, sehingga pemahaman dan pengalamannya harus mencakup semua nilai yang
terkandung di dalamnya.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung nilai sprituil yang
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua pemeluk agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan YME sehingga atheis tidak berhak hidup di bumi Indonesia.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mengandung nilai satu derajat, sama hak dan kewajiban, serta
bertoleransi dan saling mencintai.
Sila Persatuan Indonesia, mengandung
nilai kebersamaan, bersatu dalam memerangi penjajah dan bersatu dalam
mengembangkan negara Indonesia.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mengandung
nilai kedaulatan berada di tangan rakyat atau demokrasi yang dijelmakan oleh
persatuan nasional yang rill dan wajar.
Sila Keadiilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung sikap adil, menghormati hak orang lain dan
bersikap gotong royong yang menjadi kemakmuran masyarakat secara menyeluruh dan
merata.
Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)adalah sebagai dasar negara. Pernyataan demikian berdasarkan
ketemtuan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sebagai berikut :…”maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Kata “berdasarkan” tersebut secara jelas menyatakan bahwa
Pancasila merupakan dasar dari NKRI. Kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam
ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada Pembukaan Alenia IV. Secara
historis pula dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri
bangsa (the founding fathers) itu dimaksudkan untuk menjadi
dasarnya Indonesia merdeka.
Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi
penyelenggaraan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara berarti nilai-nilai
Pancasila menjadi pedoman normatif bagi penyelenggaraan bernegara.
Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh
pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintah negara Indonesia termasuk peraturan
perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai Pancasila.
Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh
menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan,
nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan.
Kesultanan Ternate (1257-1583)
Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih
dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti nama ibukotanya) adalah salah
satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam
tertua di nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan
Ternate memiliki peran penting di kawasan timur nusantara antara abad ke-13
hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke
-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya
kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan
tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh kepulauan Marshall di
pasifik.
1.2 Asal Usul
Pulau Gapi (kini
Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupakan warga
eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing -
masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga), merekalah yang pertama –
tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru
mencari rempah – rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya
pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan
yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka
atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk
suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal
sebagai raja.
Tahun 1257 momole
Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama
dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung
Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga
oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung besar (belakangan
orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih
suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan
beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan
yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh
dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
1.3 Organisasi kerajaan
Di
masa – masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk
kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut Kolano. Mulai
pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan
syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano dan
menggantinya dengan gelar Sultan. Para ulama menjadi figur penting dalam
kerajaan.
Setelah
Sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (perdana menteri) dan
Fala Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah adalah empat klan
bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para
momole di masa lalu, masing – masing dikepalai seorang Kimalaha. Mereka antara
lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat – pejabat tinggi
kesultanan umumnya berasal dari klan – klan ini. Bila seorang sultan tak
memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada
jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha,
Kapita Lau, Salahakan, Sangaji dll. Untuk lebih jelasnya lihat Struktur organisasi kesultanan Ternate.
1.4. Moloku Kie Raha
Selain Ternate, di
Maluku juga terdapat paling tidak 5 kerajaan lain yang memiliki pengaruh.
Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda. Kerajaan – kerajaan ini merupakan
saingan Ternate memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah
Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk memperkuat
hegemoninya di Maluku Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan
antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku, mereka memandang
Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang. Demi
menghentikan konflik yang berlarut – larut, raja Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya
atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja – raja
Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan.
Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond.
Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah
penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini
dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan
Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).
1.5 Kedatangan Islam
Tak ada sumber yang
jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku khususnya Ternate. Namun
diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah
mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate
kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam
namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih
diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi
memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
Kolano Marhum
(1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk
Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum
adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil
Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan
Sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan,
membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama.
Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total,
hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate.
Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau
dikenal sebagai "Sultan Bualawa" (Sultan Cengkih).
1.6 Kedatangan Portugis dan perang saudara
Di masa
pemerintahan Sultan Bayanullah
(1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara
islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan
Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang
Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506.
Tahun 1512 Portugis untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah
pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugis diizinkan
mendirikan pos dagang di Ternate. Portugis datang bukan semata – mata untuk
berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah – rempah Pala dan
Cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate. Sultan
Bayanullah wafat meninggalkan pewaris - pewaris yang masih sangat belia. Janda
sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak
sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate
dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, pangeran
Hidayat (kelak Sultan Dayalu)
dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II).
Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri. Portugis
memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang
saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese
didukung Portugis. Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru
dikhianati dan dibunuh Portugis. Gubernur Portugis bertindak sebagai penasihat
kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk
mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap
bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa – India. Disana ia dipaksa Portugis
untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan
vasal kerajaan Portugis, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan Khairun (1534-1570).
1.7 Pengusiran Portugis
Perlakuan Portugis
terhadap saudara – saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan bertekad
mengusir Portugis dari Maluku. Tindak – tanduk bangsa barat yang satu ini juga
menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun.
Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga
kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh
dan Demak setelah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511. Ketiganya membentuk Tripple
Alliance untuk membendung sepak terjang Portugis di Nusantara.
Tak ingin menjadi
Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugis. Kedudukan
Portugis kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong
kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu – sekutu suku pribumi
yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak
yang terus mengancam kedudukan Portugis di Malaka, Portugis di Maluku kesulitan
mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada sultan Khairun.
Secara licik Gubernur Portugis, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke
meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh Sultan yang datang tanpa
pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk
menyingkirkan Portugis, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan
perjuangan Sultan Baabullah
(1570-1583), pos-pos Portugis di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia
digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugis meninggalkan
Maluku untuk selamanya tahun 1575. Kemenangan rakyat Ternate ini merupakan
kemenangan pertama putera-putera nusantara atas kekuatan barat. Dibawah
pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang
dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan Marshall
dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara hingga kepulauan Nusa
Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72 pulau” yang
semuanya berpenghuni (sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci
nama-nama ke-72 pulau tersebut) hingga menjadikan kesultanan Ternate sebagai
kerajaan islam terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh dan Demak yang
menguasai wilayah barat dan tengah nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga
kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan
dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung
kolonialisme barat.
1.8 Kedatangan Belanda
Sepeninggal Sultan
Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah bersatu dengan Portugis
tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan
kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin
aliansi dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal bahkan sultan Said
Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila. Kekalahan demi
kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda tahun 1603. Ternate
akhirnya sukses menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda
akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate, tanggal 26 Juni 1607 Sultan
Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC
di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Di tahun 1607 pula
Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama
mereka di nusantara.
Sejak awal hubungan
yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate menimbulkan
ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Diantaranya adalah pangeran
Hidayat (15?? - 1624), Raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja
Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan
perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah – rempah kepada
pedagang Jawa dan Makassar.
1.9 Perlawanan rakyat Maluku dan kejatuhan Ternate
Semakin lama
cengkeraman dan pengaruh Belanda pada sultan – sultan Ternate semakin kuat,
Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat
perintah sultan, sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung
manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya
ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.
- Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar – besaran pohon cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate – Hitu – Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.
- Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650,1655-1675) yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga diantara pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalumata. Pangeran Saidi adalah seorang Kapita Laut atau panglima tertinggi pasukan Ternate, pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara pangeran Kalumata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran Kalumata bergabung dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manilha (1650–1655) namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi cs berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga mati sementara pangeran Majira dan Kalumata menerima pengampunan Sultan dan hidup dalam pengasingan.
- Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori (1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak – tanduk Belanda yang semena - mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah – daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan vazal Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.
Meski telah
kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya tetap berjuang
mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas
karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara
diam – diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah
(1896-1927) menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah – wilayah kekuasaannya,
bermula di wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal. Di
Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil
menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas
termasuk Coentroleur Belanda Agerbeek, markas mereka diobrak – abrik. Akan
tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki
Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan
dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat
dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia
Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman Syah
dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke
Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927. Pasca penurunan sultan Haji
Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan
pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul
keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun
niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu
pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan
Belanda di Batavia.
Dalam usianya yang
kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan
meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai pemimpin Ternate
ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. Hi. Mudhaffar Sjah, BcHk. (Mudaffar II)
yang dinobatkan tahun 1986.
1.10 Warisan Ternate
Imperium
nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan
abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang
masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat
besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan
pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan
bahasa.
Sebagai kerajaan
pertama yang memeluk Islam Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya
pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur nusantara dan
bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat
Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal Abidin menjadi standar
yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa perubahan yang berarti.
Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah dalam mengusir Portugis
tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat,
oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan
memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi
nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya
rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen
seperti halnya Filipina.
Kedudukan Ternate
sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate
sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya.
Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya; “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa -
bahasa Austronesia dan Non Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate
memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur
Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa
Ternate. Bahasa Melayu – Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur
terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan
Papua dengan dialek yang berbeda – beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia
adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27
April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon –
Portugal.
2.1 Gambaran Kesultanan Tidore
Kesultanan Tidore
adalah kerajaan Islam
yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya
(sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai
sebagian besar Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua
barat.
Pada tahun 1521,
Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi
kekuatan Kesultanan Ternate
saingannya yang bersekutu dengan Portugis. Setelah
mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663
karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian
Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling
independen di wilayah Maluku. Terutama di
bawah kepemimpinan Sultan
Saifuddin (memerintah 1657-1689),
Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan
tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
A.
Sejarah
Awal
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun
rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28
Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama
Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri
dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah
dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam
bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus
1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata
"Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di
Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli
1945.
Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia.
B.
Periode
berlakunya UUD 1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat
dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi
kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel
("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan
perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
C.
Periode
berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah
parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara
yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara
bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.
D.
Periode
UUDS 1950 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi
Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula
kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,
masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami
rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS
1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan
jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan
ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil
dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya
UUDS 1950
E.
Periode
kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966
Perangko "Kembali ke UUD 1945" dengan nominal 50
sen
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana
banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan
UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno
mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD
1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di
antaranya:
- Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
- MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
- Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
F.
Periode
UUD 1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998
Pada masa Orde Baru
(1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila
secara murni dan konsekuen.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang
sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan:
- Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
G.
Periode 21
Mei 1998- 19 Oktober 1999
Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak
Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi
Timor Timur dari NKRI.
H.
Periode
UUD 1945 Amandemen
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya
perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD
1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal
yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta
kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup
didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan
aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian
kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain
yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD
1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya
lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali
perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
- Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………… 2
Daftar isi……………………………………………………………………………. 21
PANCASILA
1.
Pengertian pancasila…………………………………………….…………… 3
2.
Sejarah Pancasila…………………………………………………….……… 3
a.
Sejarah lahirnya pancasila sbg dasar Negara………………..………. 4
b.
Pengertian pancasila sbg ideologi nasional……………….………… 4
c.
cita cita, tujuan, dan visi Negara Indonesia……………….………… 5
3.
Dimensi Pancasila……………………………………………….………….. 8
KESULTANAN
TERNATE
1.1
Pengertian……………………………………………………………………… 11
1.2
Asal usul…………………………………………………………………….…. 11
1.3
Organisasi Kerajaan……………………………………………………….……. 11
1.4
Moloku Kie Raha………………………………………………………….…… 12
1.5
Kedatangan islam………………………………………………………….…… 12
1.6
Kedatangan Portugis…………………………………………………….…….. 13
1.7
Pengusiran Portugis…………………………………………………….……… 13
1.8
Kedatangan Belanda…………………………………………………..………. 13
1.9
Perlawanan Maluku dan jatuhnya ternate……………………………………… 14
1.10Warisan Ternate………………………………………………………………. 16
KESULTANAN
TIDORE
2.1 Gambaran
kesultanan tidore……………………………………………………. 17
UUD Negara
RI Th 1945
A.
Sejarah awal……………………………………………………………..……… 18
B. Periode berlakunya UUD 1945 18
Agustus 1945- 27 Desember 1949……..…. 18
C. Periode berlakunya Konstitusi RIS
1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950. 18
D. Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950
- 5 Juli 1959…………………………… 18
E. Periode kembalinya ke UUD 1945 5
Juli 1959-1966………………………….. 19
F. Periode UUD 1945 masa orde baru 11
Maret 1966- 21 Mei 1998…………….. 19
G. Periode 21 Mei 1998- 19 Oktober
1999………………………………………… 19
H. Periode UUD 1945 Amandemen……………………………………………..… 20
No comments:
Post a Comment