Friday, June 22, 2012

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HIPERTENSI


ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HIPERTENSI


HIPERTENSI
  1. Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997)

  1. Etiologi
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
    • Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport Na.
    • Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah meningkat.
    • Stress Lingkungan.
    • Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
5.       Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
6.       Hipertensi SekunderDapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

                        Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke seljugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Danapabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.

                        Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
o    Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
o    Sakit kepala
o    Epistaksis
o    Pusing / migrain
o    Rasa berat ditengkuk
o    Sukar tidur
o    Mata berkunang kunang
o    Lemah dan lelah
o    Muka pucat
o    Suhu tubuh rendah

                        Pemeriksaan Penunjang
o    Pemeriksaan Laborat
§  Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
§  BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
§  Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
§  Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
o    CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
o    EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
o    IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.
o    Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.

                        Penatalaksanaan
o    Penatalaksanaan Non Farmakologis
1.       DietPembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2.       Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.
o    Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
0.       Mempunyai efektivitas yang tinggi.
1.       Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
2.       Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
3.       Tidak menimbulakn intoleransi.
4.       Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
5.       Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.
Download Askep Hipertensi di sini

  1. Pengkajian
    • Aktivitas/ Istirahat
      • Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
      • Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
    • Sirkulasi
      • Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
      • Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
    • Integritas Ego
      • Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
      • Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
    • Eliminasi
      • Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).
    • Makanan/cairan
      • Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
      • Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
    • Neurosensori
      • Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
      • Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
    • Nyeri/ ketidaknyaman
      • Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.
    • Pernafasan
      • Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
      • Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
    • Keamanan
      • Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

  1. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
    • Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
    • Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
    • Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
    • Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

  1. Intervensi
    Diagnosa Keperawatan 1. :
    Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
    Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard.
    Kriteria Hasil : Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / bebankerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapatditerima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentangnormal pasien.
    Intervensi :
    • Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.
    • Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
    • Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
    • Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
    • Catat edema umum.
    • Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
    • Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
    • Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
    • Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
    • Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
    • Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
    • Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
    • Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan : Aktivitas pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi :
    • Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatanTD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasienterhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja/ jantung).
    • Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian padaaktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
    • Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsioksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatantiba-tiba pada kerja jantung).
    • Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen).
    • Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).

Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan :
Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil :Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.
Intervensi :
    • Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
    • Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
    • Batasi aktivitas.
    • Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
    • Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
    • Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.

Diagnosa keperawatan 4. :
Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan : Sirkulasi tubuh tidak terganggu.
Kriteria Hasil :Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi :
    • Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur.
    • Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia.
    • Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan.
    • Amati adanya hipotensi mendadak.
    • Ukur masukan dan pengeluaran.
    • Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan.
    • Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.

Diabetes Mellitus


Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).


Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
  1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
  2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
  3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
  4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

Etiologi
  1. Diabetes tipe I :
    • Faktor genetik
      Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
    • Faktor-faktor imunologi
      Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
    • Faktor lingkungan
      Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
  2. Diabetes Tipe II
    Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
    Faktor-faktor resiko :
    • Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
    • Obesitas
    • Riwayat keluarga

Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.


Pemeriksaan Penunjang
  1. Glukosa darah sewaktu
  2. Kadar glukosa darah puasa
  3. Tes toleransi glukosa
    Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Kadar glukosa darah sewaktu
  • Plasma vena :
    • <100>
    • 100 - 200 = belum pasti DM
    • >200 = DM
  • Darah kapiler :
    • <80>
    • 80 - 100 = belum pasti DM
    • > 200 = DM
Kadar glukosa darah puasa
  • Plasma vena :
    • <110>
    • 110 - 120 = belum pasti DM
    • > 120 = DM
  • Darah kapiler :
    • <90>
    • 90 - 110 = belum pasti DM
    • > 110 = DM

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
  1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
  2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
  3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).

Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
  1. Diet
  2. Latihan
  3. Pemantauan
  4. Terapi (jika diperlukan)
  5. Pendidikan



Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus


Pengkajian
  1. Riwayat Kesehatan Keluarga
    Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
  2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
    Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
  3. Aktivitas/ Istirahat :
    Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
  4. Sirkulasi
    Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
  5. Integritas Ego
    Stress, ansietas
  6. Eliminasi
    Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
  7. Makanan / Cairan
    Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
  8. Neurosensori
    Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
  9. Nyeri / Kenyamanan
    Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
  10. Pernapasan
    Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
  11. Keamanan
    Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

Masalah Keperawatan
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
  2. Kekurangan volume cairan
  3. Gangguan integritas kulit
  4. Resiko terjadi injury

Intervensi
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
    Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
    Kriteria Hasil :
    Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
    Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
    Intervensi :

    • Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
    • Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
    • Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
    • Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
    • Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
    • Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
    • Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
    • Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
    • Kolaborasi dengan ahli diet.

  1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
    Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
    Kriteria Hasil :
    Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
    Intervensi :

    • Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
    • Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
    • Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
    • Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
    • Pantau masukan dan pengeluaran
    • Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
    • Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
    • Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
    • Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K).

  1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
    Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
    Kriteria Hasil :
    Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
    Intervensi :

    • Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
    • Kaji tanda vital
    • Kaji adanya nyeri
    • Lakukan perawatan luka
    • Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
    • Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

  1. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
    Tujuan : pasien tidak mengalami injury
    Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
    Intervensi :

    • Hindarkan lantai yang licin.
    • Gunakan bed yang rendah.
    • Orientasikan klien dengan ruangan.
    • Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
    • Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.





Hepatitis adalah peradangan dari sel-sel liver yang meluas/ menyebar , hepatitis virus merupakan jenis yang paling dominan . Luka pada organ liver dengan peradangan bisa berkembang setelah pembukaan untuk sejumlah farmakologi dan bahan kimia dari inhalasi, ingesti, atau pemberian obat secara parenteral (IV) . Toxin dan Drug induced Hepatitis merupakan hasil dari pembukaan atau terbukanya hepatotoxin, seperti : industri toxins, alkohol dan pengobatan yang digunakan dalam terapi medik.

Hepatitis kemungkinan terjadi sebagai infeksi sekunder selama perjalanan infeksi dengan virus-virus lainnya, seperti :
  • Cytomegalovirus
  • Virus Epstein-Barr
  • Virus Herpes simplex
  • Virus Varicella-zoster
Klien biasanya sembuh secara total dari hepatitis, tetapi kemungkinan mempunyai penyakit liver residu. Meskipun angka kematian hepatitis relatif lama, pada hepatitis virus akut bisa berakhir dengan kematian.


B. Etiologi
  1. Infeksi Virus
    Hepatitis merupakan hasil infeksi yang disebabkan oleh salah satu dari lima golongan besar jenis virus, antara lain :
    • Virus Hepatitis A ( HAV )
    • Virus Hepatitis B ( HBV )
    • Virus Hepatitis C ( HCV )
    • Virus Hepatitis D ( HDV ) atau Virus Delta
    • Virus Hepatitis E ( HEV )
Hepatitis F dan G mempunyai kesamaan atau identitas tersendiri , tetapi jenis ini jarang ada.
  1. Obat-obatan, bahan kimia, dan racun.

  1. Reaksi transfusi darah yang tidak terlindungi virus hepatitis.

C.
Tanda dan Gejala

Gejala dan tanda penyakit hepatitis adalah sebagai berikut :
  • Selera makan hilang
  • Rasa tidak enak di perut
  • Mual sampai muntah
  • Demam tidak tinggi
  • Kadang-kadang disertai nyeri sendi
  • Nyeri dan bengkak pada perut sisi kanan atas (lokasi hati)
  • Bagian putih pada mata (sklera) tampak kuning
  • Kulit seluruh tubuh tampak kuning
Pada orang dewasa sebagian besar infeksi virus hepatitis akut akan sembuh dan hanya sebagian kecil (5 – 10%) yang akan menetap/ menahun.
Pada kasus yang menahun :
  • manifestasi bisa tanpa keluhan/ gejala atau dengan keluhan/ gejala ringan
  • diagnosis umumnya ditemukan pada waktu mengadakan konsultasi ke dokter, hasil laboratorium menunjukkan peninggian SGPT/ SGOT.
  • Air seni berwarna coklat seperti air teh.

D. Patofisiologi

Setelah liver membuka sejumlah agen seperti virus, liver menjadi membesar dan terjadi peradangan sehingga dalam kuadran kanan atas terasa sakit dan tidak nyaman . Sebagai kemajuan dan kelanjutan proses penyakit, pembelahan sel-sel hati yang normal berubah menjadi peradangan yang meluas, nekrosis dan regenerasi dari sel-sel hepar. Meningkatnya penekanan dalam lintasan sirkulasi disebabkan karena virus masuk dan bercampur dengan aliran darah kedalam pembelahan jaringan-jaringan hepar ( sel-sel hepar ). Oedema dari saluran-saluran empedu hati yang terdapat pada jaringan intrahepatik menyebabkan kekuningan.

Data spesifik pada patogenesis hepatitis A, hepatitis C, hepatitis D, dan hepatitis E sangat terbatas . Tanda-tanda investigasi mengingatkan pada manifestasi klinik dari peradangan akut HBV yang ditentukan oleh respon imunologi dari klien. Komplex kekebalan – Kerusakan jaringan secara tidak langsung memungkinkan untuk manifestasi extrahepatik dari hepatitis akut B . Hepatitis B diyakini masuk kedalam sirkulasi kekebalan tubuh tersimpan dalam dinding pembuluh darah dan aktif dalam sistem pengisian. (Dusheiko,1990) . Respon-respon klinik terdiri dari nyeri bercampur sakit yang terjadi dimana-mana.

Phase atau tahap penyembuhan dari hepatitis adalah ditandai dengan aktifitas fagositosis dan aktifitas enzym , perbaikan sel-sel hepar . Jika tidak sungguh-sungguh komplikasi berkembang , sebagian besar penyembuhan fungsi hati klien secara normal setelah hepatitis virus kalah . Regenerasi lengkap biasanya terjadi dalam dua sampai tiga bulan.


E. Pemeriksaan Diagnostik

Pengkajian Laboratorium
Ditemukannya Hepatitis A dan B menunjukkan tingkatan nilai enzim hatinya yang akut, ditunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati dan khususnya nilai serologi.

Serum Enzim-enzim Liver
Tingkatan alanine aminotransferase atau ALT bernilai lebih dari 1000 mU/mL dan mungkin lebih tinggi sampai 4000 mU/mL dalam beberapa kasus virus Hepatitis nilai aspartat aminotransferase atau AST antara 1000 – 2000 mU/mL. Alanine pospatase nilai normalnya 30 – 90 IU/L atau sedikit lebih tinggi. Nilai serum total bilirubin naik kepuncak 2,5 mG/dL dan berlangsung ketat dengan tanda-tanda klinik penyakit kuning. Tingkatan nilai bilirubin juga terdapat pada urine.

Pemeriksaan serologi
Dinyatakan terkena Hepatitis A jika virus Hepatitis A anti body (Anti-HAV) terdeteksi dalam darah. Peradangan pada liver yang terjadi secara terus- menerus disebabkan oleh HAV adalah bukti nyata munculnya antibody Imonoglobin M ( Ig M ) yang bertahan dalam darah 4 – 6 minggu. Infeksi sebelumnya diindikasi dengan munculnya antobodi Imonoglobin G atau Ig G. Antobodi ini terdapat dalam serum dan melindungi kekebalan HAV secara permanen.
Kemunculan virus Hepatitis B ( HBV ) dapat dinyatakan jika test serologi memperkuat kemunculan sistem antogen antibody Hepatitis B dalam darah. HBV adalah virus DNA double – shelled yang terdirri dari dalam intim dan diluar kerangka. Antigen terletak diatas permukaan ataau kerangka virus ( HBSAG ) sangat penting bagi pemeriksaan serologi dan mereka akhirnya memunculkan diagnosa Hepatitis B. Selama HBSAG terdapat dalam darah maka klien diperkirakan dapat menularkan Hepatitis B. Ketakutan para peneliti selorogi selama lebih dari 6 bulan menunjukkan faktor pembawa pada Hepatitis atau hepatitis kronik. Secara normal tingkatan HBSAG akan mengalami kemunduran dan bahkan menghilang setelah masa Hepatitis B akut. Munculnya antibody terhadap HBSAG dalam darah menunjukkan kesembuhan dan kekebalan terhadap Hepatitis B.
Hepatitis B bermula saat antigen ( Hbe AG ) ditemukan didalam serum 1 minggu setelah kemunculan HBs AG, kemunculan inilah yang menentukan kondisi klien. Seseorang klien yang hasil testnya pada HbsAG dan HbeAG bernilai positif lebih menularkan penyakit dari pada klien yang testnya untuk HbsAG positif ddan HbeAG negatif.
Kemunculan Hepatitis D bisa dipastikan dengan mengidentifikasi antigen D pada intrahepatik atau sering kali didapatkan dengan naiknya titer antibody virus Hepatitis D ( Anti – HD ). Penyebaran antigen Hepatitis D ( HDAG ) merupakan diagnosa penyakit akut, tetapi hanya dapat diketahui melalui laporan pemeriksaan serum.
Mereka mempunyai kecanggihan atau alat yang canggih untuk memeriksa test serologi pada Hepatitis C. Penemuan perdana : Enzim ImonoAssay ( EIA ) yang digunakaan untuk memriksa antibody virus Hepatitis C ( anti HCV ). Pengujian mereka tidak membedakaan antara IgM dan IgG. Saat ini penemuan kedua : Enzim ImonoAssay dengan kemampuan dapat mendeteksi antibody dengan menambahkan antigen sebelum digunakan dan sekarang ini EIA tidak dapat diandalkan untuk test serologi scrining untuk mgidentifikasi Hepatitis C. Hal ini akan menambahkan nomor hasil positif yang palsu dengan adanya test screening yang dilakukan. Pada kejadian yang sama serokan versi dengan Hepatitis C akan tertunda sanpai tahun depan. Meskipun meningkatnya hasil ImonoAssay akan menambah spesifikasi dan sensitifitas untuk test. Anti HCV menentukan diagnosa yang tepat, merupakan kombinasi dari pemeriksaan secara klinis biokimia dan hasil serologi. Hal ini bukan untuk para peneliti serologi Hepatitis E.

Pengkajian Radiografi
Hanya dengan penggunaan X-Ray dapat menemukan pembesaran liver dengan menempatkan X-Ray tepat diatas bagian abdominal.

Pengkajian Diagnosa Yang Lain
Hepatitis kronik merupakan diagnosa biasa biopsy jaringan perkutan pada liver. Biopsi membedakan antara antif kronik dengan Hepatitis kronik persisten.
Penemuan jaringan lemak yang masuk pada spesimen biopsy liver dan peradangan dengan neutrofil yang tetap dengan Hepatitis Laennecs (yang disebabkan oleh alkohol).


TYPHOID

A. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).


B. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.


C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

D. Tanda dan Gejala

Masa tunas typhoid 10 - 14 hari
  1. Minggu I
    Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
  2. Minggu II
    Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :
  1. Uji Widal
    Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
    • Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
    • Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
    • Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
      Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

  1. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
    SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

F. Penatalaksanaan
  1. Perawatan
    • Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
    • Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.

  1. Diet
    • Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
    • Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
    • Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
    • Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

  1. Pengobatan
1.      Klorampenikol
2.      Tiampenikol
3.      Kotrimoxazol
4.      Amoxilin dan ampicillin
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TYPHOID

A. Pengkajian
  1. Riwayat Kesehatan Sekarang
    Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
  2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
    Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
  3. Riwayat Kesehatan Keluarga
    Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
  4. Riwayat Psikososial
    Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
    Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
  5. Pola Fungsi kesehatan
    Pola nutrisi dan metabolisme :
  6. Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada usus halus.
    Pola istirahat dan tidur
  7. Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
  8. Pemeriksaan Fisik
    • Kesadaran dan keadaan umum pasien
      Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
    • Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki
      TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.

B. Masalah Keperawatan yang Muncul
  1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
  2. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
  3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.

C. Intervensi

Diagnosa Keperwatan 1. :
Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
  • Observasi suhu tubuh klien
    Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.
  • Beri kompres dengan air hangat (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas
    Rasional : melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
  • Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun
    Rasional : menjaga kebersihan badan
  • Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik
    Rasional : menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
Intervensi :
  • Kaji pola nutrisi klien
    Rasional : mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
  • Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
    Rasional : meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian makan yang tidak disukai.
  • Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut
    Rasional : penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
  • Timbang berat badan tiap hari
    Rasional : mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
  • Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
    Rasional : mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
  • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
    Rasional : mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Intervensi :
  • Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
    Rasional : mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
  • Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
    Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid.
  • Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti
    Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.
  • Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
    Rasional : memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.



Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

B. Etiologi

Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 0,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam.


C. Patofisiologi

Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe).


D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :
  1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.
  2. BB klien biasanya menurun; agak kurus.
  3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
  4. Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
  5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
  6. Sesak nafas.
  7. Nyeri dada.
  8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari).

E. Pemeriksaan Penunjang
  1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
  2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
  3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
  4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
  5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
  6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
  7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
  8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
  9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

F. Penatalaksanaan

Dalam pengobatan
TB paru dibagi 2 bagian :
  1. Jangka pendek.
    Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
    • Streptomisin inj 750 mg.
    • Pas 10 mg.
    • Ethambutol 1000 mg.
    • Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
    • INH.
    • Rifampicin.
    • Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
  1. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
    • Rifampicin.
    • Isoniazid (INH).
    • Ethambutol.
    • Pyridoxin (B6).

A. Pengkajian
  1. Aktivitas / istirahat.
    Gejala :
    • Kelelahan umum dan kelemahan.
    • Nafas pendek karena bekerja.
    • Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
    • Mimpi buruk.

Tanda :
    • Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja.
    • Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).

  1. Integritas Ego.
    Gejala :
    • Adanya faktor stres lama.
    • Masalah keuanagan, rumah.
    • Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.
    • Populasi budaya.

Tanda :
    • Menyangkal. (khususnya selama tahap dini).
    • Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.

  1. Makanan / cairan.
    Gejala :
    • Anorexia.
    • Tidak dapat mencerna makanan.
    • Penurunan BB.

Tanda :
    • Turgor kulit buruk.
    • Kehilangan lemak subkutan pada otot.

  1. Nyeri / kenyamanan.
    Gejala :
    • Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda :
    • Berhati-hati pada area yang sakit.
    • Perilaku distraksi, gelisah.

  1. Pernafasan.
    Gejala :
    • Batuk produktif atau tidak produktif.
    • Nafas pendek.
    • Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi.

Tanda :
    • Peningkatan frekuensi nafas.
    • Pengembangan pernafasan tak simetris.
    • Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels – posttusic).
    • Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
    • Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).
    • Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap lanjut ).

  1. Keamanan.
    Gejala :
    • Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)

Tanda :
    • Demam rendah atau sakit panas akut.

  1. Interaksi sosial.
    Gejala :
    • Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
    • Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksankan peran.

  1. Penyuluhan / pembelajaran.
    Gejala :
    • Riwayat keluarga TB.
    • Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
    • Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
    • Tidak berpartisipasi dalam therapy.

B. Diagnosa keperawatan Yang Muncul
  1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
  2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
  • Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
  • Mendemontrasikan batuk efektif.
  • Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Intervensi :
  • Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
    R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
  • Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
    R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
  • Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
    R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
  • Lakukan pernapasan diafragma.
    R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
  • Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
    R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
  • Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
    R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
  • Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
    R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
  • Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
    R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
  • Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian expectoran, pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
    R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosis Keperawatan 2. :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
  • Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
  • Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
  • Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
  • Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
    R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
  • Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
    R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
  • Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
    R/Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
  • Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
    R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
  • Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
    R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
  • Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
    R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.




·  Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.

Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab. Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas.
Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronik :
  • Infeksi : Pielonefritis kronik
  • Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
  • Penyakit vascular hipertensi : Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
  • Gangguan jaringan penyambung : Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
  • Gangguan kongerital dan hereditas : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.
  • Penyakit metabolic : Diabetes militus, gout, hiperpara tiroidisme, amiloidosis.
  • Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesik, nefropati timbale
  • Nefropati obstruktif : Saluran kemih bagian atas kalkuli , neoplasma, fibrosisretroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostate, struktur urea, anomaly kongetal pada leher kandung kemih dan uretra.

·  Tanda dan gejala
Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifestasi klinik mengenai dihampir semua sistem tubuh manusia, seperti:
  • Gangguan pada Gastrointestinal
    Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan terbentuknya zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
  • Kulit
    Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
  • Hematologi
    Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
  • Sistem Saraf Otot
    Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
  • Sistem Kardiovaskuler
    Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
  • Sistem Endokrin
    Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D.
  • Gangguan lain
    Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia.

·  Pemerikasaan Penunjang
Urine
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar (anuria)
Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemak, partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, HB, mioglobin.
Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1
Klirens keratin : Mungkin agak menurun
Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah
BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 16 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang ari 78 g/dL
SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada azotemia.
GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun .
Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas normal (menunjukan status dilusi hipernatremia).
Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
Magnesium/Fosfat : Meningkat
Kalsium : Menurun
Protein (khususnya Albumin) : Kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
KUB fota : Menunujukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi (batu)
Piolegram Retrograd : Menunujukkan abnormallitas pelvis ginjal dan ureter.
Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa.
Sistouretrogram Berkemih : Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, terensi.
Ultrasono Ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
Biopsi Ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histoligis.
Endoskopi Ginjal, Nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
Foto Kaki, Tengkorak, Kolmna Spiral dan Tangan : Dapat menunjukan demineralisasi.
(Rencana Askep, Marilyn E Doenges dkk)

·  Pencegahan
Pemeliharaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi. Sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan).

·  Pengobatan / Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Adapun penatalaksaannya sebagai berikut :
  • Diet tinggi kalori dan rendah protein
    Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
  • Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
    Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretic 100p (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
  • Kontrol hipertensi
    Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti hipertensi.
  • Kontrol ketidaksemibangan elektrolit
    Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat ACE dan obat anti inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
    Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
  • Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
    Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat tertentu. Diberikan supplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas indikasi.
  • Deteksi dini dan terapi infeksi
    Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat.
  • Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
    Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan alupurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikosteroid dan sitostatik.
  • Deteksi dan terapi komplikasi
    Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis, neurepati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.
  • Persiapan dialysis dan program transplantasi
    Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
Download Askep Gagal Ginjal di sini dan di sini



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL
1. Pengkajian
  • Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
    Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
  • Aktifitas / istirahat :
    Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
    Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
    Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
  • Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan
  • Integritas Ego :
    Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
    Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
  • Eliminasi :
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
  • Makanan / cairan :
    Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
    Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)
    Penggunaan diuretik
    Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
    Perubahan turgor kulit/kelembaban.
    Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
  • Neurosensori
    Sakit kepala, penglihatan kabur.
    Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
    Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
    Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
    Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
  • Nyeri / kenyamanan
    Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
    Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
  • Pernapasan
Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
Batuk dengan sputum encer (edema paru).
  • Keamanan
    Kulit gatal
    Ada / berulangnya infeksi
    Pruritis
    Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
    Ptekie, area ekimosis pada kulit
    Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
  • Seksualitas
    Penurunan libido, amenorea, infertilitas
  • Interaksi sosial
    Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
  • Penyuluhan / Pembelajaran
    Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
    Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
    Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut :
  • Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
  • Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
  • Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
  • Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, dan rencana tindakan.

3. Intervensi


Diagnosa I
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil :
  • Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang
  • Turgor kulit baik
  • Membran mukosa lembab
  • Berat badan dan tanda vital stabil
  • Elektrolit dalam batas normal

Intervensi
  1. Kaji status cairan :
    • Timbang berat badan harian
    • Keseimbangan masukan dan haluaran
    • Turgor kulit dan adanya oedema
    • Distensi vena leher
    • Tekanan darah, denyut dan irama nadi
Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
  1. Batasi masukan cairan :
    Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
    Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
  2. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
    Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
  3. Pantau kreatinin dan BUN serum
    Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera. (Rencana
    Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, Barbara Ensram, hal 156).

Diagnosa II

Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
  • Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
  • Bebas oedema

Intervensi
  1. Kaji / catat pemasukan diet
    Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan. (Rencana
    Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
  2. Kaji pola diet nutrisi pasien
    • Riwayat diet
    • Makanan kesukaan
    • Hitung kalori
Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
  1. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
    • Anoreksia, mual dan muntah
    • Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
    • Depresi
    • Kurang memahami pembatasan diet
Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
  1. Berikan makan sedikit tapi sering
    Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik. (Rencana
    Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
  2. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu.
    Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan. (Rencana
    Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
  3. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
    Mendorong peningkatan masukan diet
  4. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging.
    Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
  5. Timbang berat badan harian.
    Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

Diagnosa III

Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelelahan, anemia dan retensi produk sampah
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
Kriteria hasil :
  • Berkurangnya keluhan lelah
  • Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social
  • Laporan perasaan lebih berenergi
  • Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal setelah penghentian aktifitas.

Intervensi
  1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
    • Anemia
    • Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
    • Retensi produk sampah
    • Depresi
Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
(Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
  1. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.
    Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
  2. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
    Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
  3. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
    Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).

Diagnosa IV
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondis, pemeriksaan diagnostic, rencana tindakan dan prognosis.
Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang penykit dan pengobatan.
Kriteria hasil :
  • Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan.
  • Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.

Intervensi
  1. Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.
    Indiviodu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk membantu pasien yang baru didiagnosa mempertahankan harapan dan mulai menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima. (Rencana
    Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
  2. Berikan informasi tentang :
    • Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal kronis adalah tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal.
    • Pemeriksaan diagnostic termasuk :
      • Tujuan
      • Diskripsi singkat
      • Persiapan yang diperlukan sebelum tes
      • Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.
Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan selamanya bila ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan dan membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian maksimum. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
    • Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk membicarakan tentang masalah dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk memiliki terapi.
      Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas. Tindakan untuk gagal ginjal berdampak pada seluruh keluarga. (Rencana
      Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 160).
    • Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
      Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
    • Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
      Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.

4. Implementasi
Asuhan Keperawatan pada klien dengan kegagalan ginjal kronis.
  • Membantu Meraih Tujuan Terapi
    1. Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang sudah dipesankan.
    2. Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat disertai pantangan sodium, potassium, phosphorus dan protein.
    3. Tenekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.
    4. Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.
    5. Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang dipesankan.
    6. Melindungi pasien dari infeksi.
    7. Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara yang seksama.
    8. Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan menggunakan sikat gigi yang berbulu halus dan pemberian antacid.

  • Mengusahakan Kenyamanan
    1. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis menurut kebutuhan.
    2. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan dan kaki bawah.
    3. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
    4. Mengusahakan istirahat bila kecapaian.
    5. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana.


  • Konsultasi dan Penyuluhan
    1. Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk membahas berbagai perasaan tentang kronisitas dari penyakit.
    2. Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu terapi.
    3. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan bagaimana caranya mengelola cara hidup baru.
    4. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan obat-obatan dan keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long).

5. Evaluasi
Pertanyaan-pertanyaan yang umum yang harus diajukan pada evaluasi orang dengan kegagalan ginjal kronis terdiri dari yang berikut.
  • Apakah terdapat gejala-gejala bertambahnya retensi cairan?
  • Apakah orang menekuni pesan diet dan cairan yang diperlukan?
  • Apakah terdapat gejala-gejala terlalu kecapaian?
  • Apakah orang tidur nyenyak pada malam hari?
  • Apakah orang dapat menguraikan tentang sifat CRF, rasional dan terapi, peraturan obat-obatan dan gejala-gejalayang harus dilaporkan?


Diare

A. Pengertian


Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer, A.1999, 501).


B. Penyebab

Menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
  1. Faktor infeksi
    • Infeksi enteral
      Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
    • Infeksi parenteral
adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
  1. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein.
  1. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.
  1. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
  1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
    • Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
    • Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
  2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea), disebabkan oleh:
    • Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
    • Kurang kalori protein.
    • Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

C. Patofisiologi

Penyebab diare yang utama adalah gangguan osmotik, akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh usus akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Diare juga terjadi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan kemudian diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Diare dapat juga terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Gangguan motalitas usus juga mengakibatkan diare, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.


D. Tanda dan Gejala
  1. Anak sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
  2. Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
  3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
  4. Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
  5. Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
  6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun.
  7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

E. Pemeriksaan Penunjang
  1. Pemeriksaan tinja
    • Makroskopis dan mikroskopis
    • PH dan kadar gula dalam tinja
    • Bila perlu diadakan uji bakteri
  2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
  3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
  4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

F. Penatalaksanaan
  1. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
    • Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
    • Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
      • Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
        • 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
        • 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
        • 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
      • Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
        • 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
      • Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
        • 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
        • 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
        • 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
      • Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
        • Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
        • Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
  1. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
    • Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.
    • Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
    • Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
  1. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.


Pengkajian
  1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
  1. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
  1. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
  1. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
  1. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
  1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
  1. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
  1. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
    • Pertumbuhan
      • Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
      • Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
      • Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah.
      • Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
    • Perkembangan
      • Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
      • Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
      • Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
        1. Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK).
        2. Meniru membuat garis lurus (GH).
        3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK).
        4. Melepasa pakaian sendiri (BM).
  1. Pemeriksaan Fisik
    • Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
    • Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
    • Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
    • Mata : cekung, kering, sangat cekung.
    • Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
    • Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan).
    • Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
    • Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
    • Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
    • Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

Diagnosa Keperawatan
  1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
  2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
  3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
  4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
  5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
  6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.

Intervensi
Diagnosa 1.:
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :
  • Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <>
  • Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
  • Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi :
  • Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
  • Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
  • Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
  • Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
  • Kolaborasi :
    • Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
    • Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
    • Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Diagnosa 2.:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
  • Nafsu makan meningkat
  • BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
  • Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin).
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
  • Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
  • Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
  • Monitor intake dan out put dalam 24 jam.
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
  • Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
    • terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
    • obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Diagnosa 3. :
Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
  • Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
  • Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
  • Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
  • Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
  • Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
Diagnosa 4.:
Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu.
Kriteria hasil :
  • Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
  • Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi
  • Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
  • Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
  • Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .
Diagnosa 5.:
Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil :
  • Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
  • Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
  • Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
  • Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
  • Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
  • Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak


Strok

Pengertian

Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan.

Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat :
  • fokal dan atau global
  • akut
  • berlangsung antara 24 jam atau lebih
  • disebabkan gangguan aliran darah otak
  • tidak disebabkan karena tumor/infeksi


Klasifikasi

Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan penyakit ,stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
  1. Serangan iskemik sepintas/ TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
  2. Progresif/ inevolution (stroke yang sedang berkembang) stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
  3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian membaik/menetap.

Klasifikasi berdasarkan patologi :
  1. Stroke Haemorhagic
    Stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain:
    hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

  1. Stroke non Haemorhagic
    Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.


Etiologi

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
  1. Thrombosis Cerebral
    Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.

    Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
    • Atherosklerosis
      Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
      • Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
      • Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
      • Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)
      • Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
    • Hypercoagulasi pada polysitemia
      Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
    • Arteritis (radang pada arteri)

  1. Emboli
    Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
    • Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
    • Myokard infark
    • Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
    • Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

  1. Haemorhagic
    Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

    Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
    • Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
    • Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
    • Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
    • Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
    • Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

  1. Hypoksia Umum
    • Hipertensi yang parah
    • Cardiac Pulmonary Arrest
    • Cardiac output turun akibat aritmia

  1. Hipoksia setempat
    • Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
    • Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.


Tanda dan Gejala

Stroke menyebabkan defisit nuurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
  1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
  2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
  3. Tonus otot lemah atau kaku
  4. Menurun atau hilangnya rasa
  5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
  6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
  7. Gangguan persepsi
  8. Gangguan status mental


Patofisiologi
  1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.

    Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

  1. Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.

  1. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.


Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Strok
  1. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
  2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
  3. Kekakuan atau flaksiditas leher.
  4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular.
  5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
  6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri.
  7. Kemampuan untuk bicara
  8. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.
  9. Riwayat hipertensi, kebiasaan merokok, kebiasaan makanan dan umur.

Dari pengkajian secara umum tersebut diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :
  1. Pengkajian Primer
    • Airway
      Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
    • Breathing
      Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
    • Circulation
      TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

  1. Pengkajian Sekunder
    • Aktivitas dan istirahat
      • Data Subyektif :
        kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
        Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
      • Data obyektif :
        Perubahan tingkat kesadaran.
        Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.
        Gangguan penglihatan.

    • Sirkulasi
      • Data Subyektif :
        Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia,
        gagal jantung, endokarditis bacterial), polisitemia.
      • Data obyektif :
        Hipertensi arterial
        Disritmia, perubahan EKG
        Pulsasi : kemungkinan bervariasi
        Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.

    • Integritas ego
      • Data Subyektif :
        Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
      • Data obyektif :
        Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
        Kesulitan berekspresi diri.

    • Eliminasi
      • Data Subyektif :
        Inkontinensia, anuria
        Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)

    • Makan/ minum
      • Data Subyektif :
        Nafsu makan hilang.
        Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
        Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
        Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
      • Data obyektif :
        Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
        Obesitas (faktor resiko).

    • Sensori Neural
      • Data Subyektif :
        Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
        Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
        Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.
        Penglihatan berkurang.
        Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
        Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
      • Data obyektif :
        Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
        Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
        Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
        Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
        Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.
        Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
        Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.

    • Nyeri / kenyamanan
      • Data Subyektif :
        Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
      • Data obyektif :
        Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.

    • Respirasi
      • Data Subyektif :
        Perokok (factor resiko).

    • Keamanan
      • Data obyektif :
        Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
        Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
        Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
        Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
        Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.

    • Interaksi social
      • Data obyektif :
        Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).


Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
  1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
  2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak, oedem otak
  3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
  4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
  5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
  6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer.



No comments:

Post a Comment